Me: Malam skripsiku yang manis... malam ini aku rehat dulu ya. Masa aku harus merawat kamu terus?
Aku kan juga butuh refreshing...
Skripsi: Tapi jangan lama-lama... masa aku dianggurin? Nanti ga mencapai target lho?
Inget... judul yang kamu ambil gak gampang...
Me: Iya... iya... don't fret deh... kayak umi aja yang khawatir tadi siang.
Skripsi: Khawatir kenapa?
Me: Itu tadi siang aku belum makan apa-apa sebelum berangkat, terus dibilang "makan dulu,
ntar jatuh aja."
Skripsi: Perhatian ya?
Me: Iya. Jadi inget masa-masa sd waktu masih disuapin umi. Seneng jadinya, berasa kayak anak kecil
klo digituin.
klo digituin.
Skripsi: Yaudah... makan jangan suka telat and buruan nge-blog, nanti kecapean lagi. ^^~
***
Ngga tau mesti mulai darimana nulisnya, tapi pelan-pelan aku akan menapaki kembali tiap liku yang terjal dan penuh bebatuan...
Kenapa sih kita berubah? Maksud aku... bukan perubahan untuk menjadi lebih baik ya. Seperti halnya lebih rajin belajar, merubah habit, merubah pola pikir, dsb. Disini aku melihat perubahan orang orang di sekitarku. Sebenarnya hal ini sudah aku rasakan lama, tepatnya satu setengah semester yang lalu. Perlahan... mereka mulai menjauh ketika mendapatkan orang-orang yang lebih, mungkin bisa dibilang "socialite". I don't know what term to define the people like them. Ternyata hal ini bukan hanya aku saja yang merasakan, tapi Kei juga... bahkan 3 diantara mereka juga merasakan hal yang sama. Dan quote di bawah ini yang aku jabarkan pada Kei...
Disini aku melihat banyak sekali perubahan. Aku kerap kali bertanya pada ruang hampa, gelas-gelas yang berdenting, dinding langit kamar. Bahkan tak jarang pula aku merenung, mengunyah, menelannya bulat-bulat sedemikian rupa. Kemana sebenarnya canda gurau yang sering kita lewati bersama? Kemana rasa kepekaan itu semua? Kemana bulir keringat yang pernah kita dapati bersama di tengah teriknya mentari kala mencari pekerjaan? Berkeliling... dari pintu ke pintu. Kemana semua pengorbanan, gelak tawa beserta urai tangis... rangkulan hangat. Nasihat ringan... namun berkesan dalam. Perhatian-perhatian kecil... Kemana itu semua? Rasanya tertelan buih-buih awan gelap yang menggunung. Kini, semua seolah tak pernah ada. Hilang di telan gelapnya malam. Aku berfikir... hingga Allah menjawab semua pertanyaanku. Cuma Allah, hanya Allah, segalanya ku kembalikan pada Allah. Entah mengapa aku semakin belajar dan mencoba bijak dalam menghadapi sesuatu. Meskipun sungguh sulit kurasa. Terasa ada letupan-letupan hangat yang mencekat tenggorokan. Dada terasa lebih sesak, seperti kehabisan oksigen. Sekarang, aku lebih banyak belajar akan arti kesabaran dari setiap duri yang menancap di tumit, setiap kali aku menapak. Hal ini juga tidak terlepas dari orang-orang di sekitarku. Terimakasih, terimakasih banyak. Meskipun aku tak bisa langsung mengucapkannya pada kalian. Ini yang aku simpulkan,
"Allah sedang mendidikku. Allah sedang menunjukkan padaku arti sebuah teman. Terlebih lagi, Allah melatih kesabaran padaku. Tak henti-hentinya ia mengujiku. Karena dia tahu, aku bisa melewati semuanya."
Aku bilang pada Kei, "Jujur aku juga ngerasain hal yang sama lho, dengan apa yang kamu bilang semalam."
"Allah sedang mendidikku. Allah sedang menunjukkan padaku arti sebuah teman. Terlebih lagi, Allah melatih kesabaran padaku. Tak henti-hentinya ia mengujiku. Karena dia tahu, aku bisa melewati semuanya."
Aku bilang pada Kei, "Jujur aku juga ngerasain hal yang sama lho, dengan apa yang kamu bilang semalam."
Kei jawab, "Iya... tapi jujur aku gak masalah sama kamu, Sedangkan yang aku rasain nih dari yang aku lihat cuma kamu, I, D, U, U, yang nggak berubah. Sedangkan yang lain berubah semua. Kita berempat agak kecewa, gimana bisa kita begitu dekat kok jadi ada jarak cuma karena beda kels, padahl cuma beda kelas, udah gitu sebelahan pula. Masa sih cuma karena beda kelas jadi berbeda juga kayak gak penting kita ini."
Lanjut Kei,
"Kalau dijejerin nih kalian, kelihatan banget, dit... Siapayang tetap down to earth dan siapa yang meninggikan diri.
Aku jadi mikir gini, apa sih yang salah dari kita? Apa karena kita bukan orang kaya yah? Dan cupu-cupu, ga keren, dan ga gaul... Itu yang bener-bener kita berempat pikir..."
"Kalau dijejerin nih kalian, kelihatan banget, dit... Siapayang tetap down to earth dan siapa yang meninggikan diri.
Aku jadi mikir gini, apa sih yang salah dari kita? Apa karena kita bukan orang kaya yah? Dan cupu-cupu, ga keren, dan ga gaul... Itu yang bener-bener kita berempat pikir..."
Aku hanya bisa menjawab, "Kalian ga salah kok... Mungkin keadaan yang salah... Kita hanya harus menerima perubahan..."
Oke, sebenarnya kata-kata "keadaan yang salah" ini... It wasn't originally my utterance. I remember there is someone who said this, while I ask: Aku salah ya?
Oke, sebenarnya kata-kata "keadaan yang salah" ini... It wasn't originally my utterance. I remember there is someone who said this, while I ask: Aku salah ya?
Thanks for give me such a nice words to me, though it seems unwise blaming the "condition". However, at least it is better than blaming or accusing towards someone. Indeed, scapegoating upon people is not wise way. We are mature enough, aren't we?
Tunggu sebentar, cupu? Kei tadi bilang 4 sekawanannya cupu?
Ada benarnya juga sih kalau dipikir 4 sekawana itu, tapi bukan hanya mereka saja. Hei, tapi orang-orang cupu itu cukup menempati posisi teratas di mataku. Jujur, buatku 4 sekawan itu cukup sederhana, riang, dan bersahaja.
Aku juga cukup cupu kok. Lebih sering berkutat pada buku-buku, bikin makalah, menganalisa objek masalah yang diberikan dosen, berkutat dengan teori psikoanalisa, cerita fiksi, berimajinasi, merajut kata, dsb. Daripada menghabiskan waktu bersama orang-orang yang tidak tepat. Hanya kongkow-kongkow, hangout, showing pride. Nambah duit nggak, habisin duit iya! xDD. Lebih baik mengisi waktu yang lebih berguna. Seperti yang Om Tere bilang, ngaji atau menghabiskan waktu bersama keluarga misalnya.
Aku mendefinisikan seseorang itu ditemani karena beberapa faktor:
1. Harta. Yah, biar dibilang socialite. Berkumpulnya sama orang yang tajir, mumpung-mumpung kalau dibayarin. Hangout di tempat-tempat bergengsi sambil aktifin gps, knowing location.
2. Ilmu. Nah, yang ini kasian sebenarnya. Ada orang yang berilmu yang bisa bergaul dengan bebas. Tapi kalau gak pintar bergaul, mereka cuma dibutuhin saat pelajaran aja. Seperti halnya, punya buku ini gak? Tahu buku ini gak? Punya teori ini gak? Kirimin ini dong... Tolong bantuin tugas ini dong...
3. Tampang. Nah... yang ini mungkin biar eksistensinya diketahui dikalangan banyak. Oh, si A berteman dengan si B yang cantik/tampan itu lho.
Dan... tadi siang, orang itu pergi bersama teman-teman socialite nya, left me alone. Aku sudah tidak kaget lagi. Sudah cukup terbiasa tepatnya. Padahal sehari sebelumnya, dia meminta untuk dikirimkan contoh systematical presentation lewat email. Akan tetapi hari ini dia dengan mudahnya membiarkanku sendiri. Hidup itu kejam, Andita... Dita, jangan berubah buat orang-orang di sekitar ya. Kalau kamu bisa bantu, bantu ya semampunya. You don't like hold a grudge, right? Apabila orang berbuat salah padamu, maka berlapang hati lah seperti nabi Muhammad. Karena kalau kamu berubah, orang disekitarmu pasti akan kecewa. Tetap jadi Dita yang begini ya :)
"Yang pergi... biar saja pergi
Jangan ditahan, jangan ditangisi...
Nanti kita juga akan mendapat yang lebih dari mereka"
There is no friend as loyal as a book - Ernest Hemingway