Sabtu, 16 Maret 2013

Yang Hilang, Yang Berubah

Me:        Malam skripsiku yang manis... malam ini aku rehat dulu ya. Masa aku harus merawat kamu terus?
              Aku kan juga butuh refreshing...
Skripsi:  Tapi jangan lama-lama... masa aku dianggurin? Nanti ga mencapai target lho?
              Inget... judul yang kamu ambil gak gampang...
Me:       Iya... iya... don't fret deh... kayak umi aja yang khawatir tadi siang.
Skripsi:  Khawatir kenapa?
Me:       Itu tadi siang aku belum makan apa-apa sebelum berangkat, terus dibilang "makan dulu,
             ntar jatuh aja."
Skripsi:  Perhatian ya?
Me:       Iya. Jadi inget masa-masa sd waktu masih disuapin umi. Seneng jadinya, berasa kayak anak kecil
             klo digituin.
Skripsi:  Yaudah... makan jangan suka telat and buruan nge-blog, nanti kecapean lagi. ^^~

                                                                                     ***

Ngga tau mesti mulai darimana nulisnya, tapi pelan-pelan aku akan menapaki kembali tiap liku yang terjal dan penuh bebatuan...

Kenapa sih kita berubah? Maksud aku... bukan perubahan untuk menjadi lebih baik ya. Seperti halnya lebih rajin belajar, merubah habit, merubah pola pikir, dsb. Disini aku melihat perubahan orang orang di sekitarku. Sebenarnya hal ini sudah aku rasakan lama, tepatnya satu setengah semester yang lalu. Perlahan... mereka mulai menjauh ketika mendapatkan orang-orang yang lebih, mungkin bisa dibilang "socialite". I don't know what term to define the people like them. Ternyata hal ini bukan hanya aku saja yang merasakan, tapi Kei juga... bahkan 3 diantara mereka juga merasakan hal yang sama. Dan quote di bawah ini yang aku jabarkan pada Kei...



Disini aku melihat banyak sekali perubahan. Aku kerap kali bertanya pada ruang hampa, gelas-gelas yang berdenting, dinding langit kamar. Bahkan tak jarang pula aku merenung, mengunyah, menelannya bulat-bulat sedemikian rupa. Kemana sebenarnya canda gurau yang sering kita lewati bersama? Kemana rasa kepekaan itu semua? Kemana bulir keringat yang pernah kita dapati bersama di tengah teriknya mentari kala mencari pekerjaan? Berkeliling... dari pintu ke pintu. Kemana semua pengorbanan, gelak tawa beserta urai tangis... rangkulan hangat. Nasihat ringan... namun berkesan dalam. Perhatian-perhatian kecil... Kemana itu semua? Rasanya tertelan buih-buih awan gelap yang menggunung. Kini, semua seolah tak pernah ada. Hilang di telan gelapnya malam. Aku berfikir... hingga Allah menjawab semua pertanyaanku. Cuma Allah, hanya Allah, segalanya ku kembalikan pada Allah. Entah mengapa aku semakin belajar dan mencoba bijak dalam menghadapi sesuatu. Meskipun sungguh sulit kurasa. Terasa ada letupan-letupan hangat yang mencekat tenggorokan. Dada terasa lebih sesak, seperti kehabisan oksigen. Sekarang, aku lebih banyak belajar akan arti kesabaran dari setiap duri yang menancap di tumit, setiap kali aku menapak. Hal ini juga tidak terlepas dari orang-orang di sekitarku. Terimakasih, terimakasih banyak. Meskipun aku tak bisa langsung mengucapkannya pada kalian. Ini yang aku simpulkan,

"Allah sedang mendidikku. Allah sedang menunjukkan padaku arti sebuah teman. Terlebih lagi, Allah melatih kesabaran padaku. Tak henti-hentinya ia mengujiku. Karena dia tahu, aku bisa melewati semuanya."

Aku bilang pada Kei, "Jujur aku juga ngerasain hal yang sama lho, dengan apa yang kamu bilang semalam."
Kei jawab, "Iya... tapi jujur aku gak masalah sama kamu, Sedangkan yang aku rasain nih dari yang aku lihat cuma kamu, I, D, U, U, yang nggak berubah. Sedangkan yang lain berubah semua. Kita berempat agak kecewa, gimana bisa kita begitu dekat kok jadi ada jarak cuma karena beda kels, padahl cuma beda kelas, udah gitu sebelahan pula. Masa sih cuma karena beda kelas jadi berbeda juga kayak gak penting kita ini."

Lanjut Kei,
"Kalau dijejerin nih kalian, kelihatan banget, dit... Siapayang tetap down to earth dan siapa yang meninggikan diri.
Aku jadi mikir gini, apa sih yang salah dari kita? Apa karena kita bukan orang kaya yah? Dan cupu-cupu, ga keren, dan ga gaul... Itu yang bener-bener kita berempat pikir..."

Aku hanya bisa menjawab, "Kalian ga salah kok... Mungkin keadaan yang salah... Kita hanya harus menerima perubahan..."

Oke, sebenarnya kata-kata "keadaan yang salah" ini... It wasn't originally my utterance. I remember there is someone who said this, while I ask: Aku salah ya? 
Thanks for give me such a nice words to me, though it seems unwise blaming the "condition". However, at least it is better than blaming or accusing towards someone. Indeed, scapegoating upon people is not wise way. We are mature enough, aren't we? 

Tunggu sebentar, cupu? Kei tadi bilang 4 sekawanannya cupu? 
Ada benarnya juga sih kalau dipikir 4 sekawana itu, tapi bukan hanya mereka saja. Hei, tapi orang-orang cupu itu cukup menempati posisi teratas di mataku. Jujur, buatku 4 sekawan itu cukup sederhana, riang, dan bersahaja.
Aku juga cukup cupu kok. Lebih sering berkutat pada buku-buku, bikin makalah, menganalisa objek masalah yang diberikan dosen, berkutat dengan teori psikoanalisa, cerita fiksi, berimajinasi, merajut kata, dsb. Daripada menghabiskan waktu bersama orang-orang yang tidak tepat. Hanya kongkow-kongkow, hangout, showing pride. Nambah duit nggak, habisin duit iya! xDD. Lebih baik mengisi waktu yang lebih berguna. Seperti yang Om Tere bilang, ngaji atau menghabiskan waktu bersama keluarga misalnya.

Aku mendefinisikan seseorang itu ditemani karena beberapa faktor:
1. Harta. Yah, biar dibilang socialite. Berkumpulnya sama orang yang tajir, mumpung-mumpung kalau dibayarin. Hangout di tempat-tempat bergengsi sambil aktifin gps, knowing location. 
2. Ilmu. Nah, yang ini kasian sebenarnya. Ada orang yang berilmu yang bisa bergaul dengan bebas. Tapi kalau gak pintar bergaul, mereka cuma dibutuhin saat pelajaran aja. Seperti halnya, punya buku ini gak? Tahu buku ini gak? Punya teori ini gak? Kirimin ini dong... Tolong bantuin tugas ini dong...
3. Tampang. Nah... yang ini mungkin biar eksistensinya diketahui dikalangan banyak. Oh, si A berteman dengan si B yang cantik/tampan itu lho. 


Dan... tadi siang, orang itu pergi bersama teman-teman socialite nya, left me alone. Aku sudah tidak kaget lagi. Sudah cukup terbiasa tepatnya. Padahal sehari sebelumnya, dia meminta untuk dikirimkan contoh systematical presentation lewat email. Akan tetapi hari ini dia dengan mudahnya membiarkanku sendiri. Hidup itu kejam, Andita... Dita, jangan berubah buat orang-orang di sekitar ya. Kalau kamu bisa bantu, bantu ya semampunya. You don't like hold a grudge, right? Apabila orang berbuat salah padamu, maka berlapang hati lah seperti nabi Muhammad. Karena kalau kamu berubah, orang disekitarmu pasti akan kecewa. Tetap jadi Dita yang begini ya :)



"Yang pergi... biar saja pergi
Jangan ditahan, jangan ditangisi...
Nanti kita juga akan mendapat yang lebih dari mereka" 


There is no friend as loyal as a book - Ernest Hemingway

Rabu, 06 Maret 2013

Catatan Kecil Perahu Kertas

Hari ini aku kembali di sudut ruangan. Menepi sendiri.
Hari ini baru baca 30 halaman novel yang judulnya "Fatima's Good Fortune" dan menyelesaikan dua tontonan film yang berbeda. Ice Age 4 "Continental Drift" & Perahu Kertas 2.
Ice Age seru sih, tapi kurang greget pas di ending, mungkin karena terlalu singkat. Ceritanya ringan... pesan moralnya juga dapet banget kok! ^^
Kalau Perahu Kertas ini... emang udah di niatin banget nontonnya. Hahaa.
Guess, what? My cheek flooding with the tears. xDD
 Nyesel sih kenapa nggak namatin novelnya. Padahal punya PDF nya. Untuk orang seperti aku yang punya slogan "I Pledge to Read Printed Book" (mungkin ini sedikit lebay. xD) yah susah untuk menamatkan sebuah PDF. Ditambah lagi tebalnya halaman novel Perahu Kertas yang kalau dibaca lewat notebook, kepala akan terasa pening dan leher terasa pegal-pegal. Dan aku yakin banget novelnya pasti ribuan kali lebih bagus daripada filmnya.
Dan inilah catatan kecilku untuk film ini. Okeh, posting ini sempet tertunda selama beberapa minggu. Tapi masih tersimpan dalam draft. Bukan malas untuk menyelesaikan tapi sepertinya jenuh akan rutinitas yang jauh lebih prioritas :))

Perasaan itu datang dengan sendirinya di saat-saat meskipun hati belum siap menerimanya.
Ia datang begitu saja, berlabuh dalam riak-riak kecil memenuhi ruang hati.

Untuk dua insan yang memendam perasaan satu sama lain. Akan tetapi sungguh sulit untuk mengungkapnkannya. Hanya lewat tulisan dongeng-dongeng dari negeri Neptunus dan juga lukisan yang terinspirasi dari dongeng tersebut. Dua hal tersebut lah yang mengantarkan mereka untuk menginspirasi satu sama lain. Meskipun masing-masing dari mereka berdua telah memiliki pasangan.

Perasaan tersebut tak bisa dibohongi... dan jangan pernah membohongi perasaan sendiri
Sekuat apapun kamu memendamnya, sekuat apapun kamu membunuh perasaan itu, semakin kau tikam dengan tombak yang menghunus tajam atau benda apapun itu. Ia tetap muncul ke permukaan, mengambang di permukaan. Menyemai di relung hati. Seperti pupuk yang menyuburkan tanah serta menghiasi taman dengan bunga-bunga indahnya. Seperti imun yang menjaga kekebalan tubuh. Terjaga di dalam ruang tersempit nan bersih bernama "hati".

Kugy talks to Karel (her brother): Aku orang paling jahat sedunia, kak... Ada orang sebaik Remy, sesempurna Remy yang sayang banget sama aku... Tapi terus aku nggak bisa...


Kugy: Kamu tau, aku nggak bisa... aku nggak bisa... Apa perlu sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi aku sakit kayak gini setiap aku inget kamu... Aku nggak mau... Aku nggak bisa...

Keenan: Aku yakin kamu bisa... Aku yakin... Aku yakin kita bisa...

Di saat seperti ini, di saat cinta yang mencoba lari dari kenyataan dan tak mampu keluar dari sekat-sekat yang sudah terbentuk. Entah itu tak ingin menyakiti orang lain, atau mungkin juga mencoba lari dari hakikat kenyataan yang rumit untuk dihadaapi. Semuanya merupakan pilihan. Mengambilnya atau menyerahkannya pada cinta yang sesungguhnya. Bukankah cinta yang sesungguhnya itu justru "melepaskan"? 

Terkadang hati kita itu terlalu sibuk menerka, berasumsi apakah dia menyukai kita atau tidak. 
Apakah ada orang lain yang terluka karena kita, karena perasaan kita?  Atau bahkan, kita belum tentu yakin apakah ini cinta atau hanya perasaan semu yang datang karena terbiasa, menyemai dalam relung jiwa. Kita terlalu lama berdiam diri, terpenjara dalam ruang praduga yang belum tentu benar adanya. Hati sibuk terusik, membisik dalam kebisuan yang mendalam. Sehingga muncul kesimpulan-kesimpulan tak berasas, tak berdasar yang mencuat ke permukaan. Hati memang selalu bicara, bahkan berteriak dalam rentetan kalimat yang panjang. Tapi itu semua hanya bersemayam dan tersembunyi dalam hati. Tak mampu terucap lewat torehan kata, hanya mampu dibendung dalam gundukan yang kian menggunung. Karena terlalu takut, karena acap kali takut akan kata yang tak konsisten dengan perbuatan. Hati itu sifatnya sensitif, rapuh, mudah tersinggung, mudah terjatuh dan terjerembab. Selain itu, hati kerap kali mudah berpindah, bertaut ke hati yang lain. Oleh sebab itu aku berfikir hati itu tidak persistent. Tidak stagnant.

Tetapi dari semua hal itu, yakinlah cinta akan berlabuh ke dermaganya sendiri. Hati selalu tahu kemana harus mendarat atau beranjak pergi. Melepas sauhnya dan mendaratkannya di dermaga pulau yang belum berpenghuni. Begitu mendarat, akan terdapat jejak kaki kecil yang terbentuk dari kaki-kaki yang melangkah, riuh rendah deburan ombak, semilir angin yang mendesau parau. 






Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu kemana harus berlabuh.
















“Dear Neptunus,
Aku mencintainya.
Didepannya aku menjadi
diriku sendiri.
Seperti airmu
yang selalu membawa semua
pesanku. Dia pun begitu,
membuatku hanyut oleh
sorot matanya.
Membuatku lupa, oleh
kesederhanaan suaranya.
Sampai aku tak bisa katakan
apa-apa padanya. Bahkan
untuk sekedar bilang…
rindu, atau butuh
banyak yang ga ngerti, lalu
terluka dan saling
menyalahkan. karena itu, aku
takut bicara tentang hati,
maka aku tuliskan saja lalu
kusimpan dan mungkin
kukirimkan ke… entah
kemana” Kugy - Perahu Kertas