Minggu, 28 Juli 2013

LDR: Saat Tak Hanya Jarak Yang Memisahkan





Jakarta, 1 Desember 2004.
Langit sore di bandara Soekarno-Hatta tampak begitu lengang. Entah gerangan mengapa hal ini tak biasanya terjadi. Kelengangan di sekitar bandara ini akan menyisakan kepedihan yang tak lama lagi akan segera menguar diantara mereka berdua.
Tatapan pias Audrey terlihat tak rela melepas kepergian Adryan. Dalam hitungan menit mungkin kelenjar lakrima atau biasa disebut kelenjar air mata Audry sebentar lagi akan menetes. Saat ini tetesannya masih berada tepat dibawah alis. “Ta… tapi kenapa harus Rusia?” tanyanya demikian. Jemari kecilnya masih bertaut di lengan Audrey. Meminta kejelasan pria bertubuh kurus dihadapannya. Mata Adryan sebenarnya juga berkaca-kaca. Namun tak terlihat jelas, karena ia mengenakan sunglasses. Sengaja dirinya mengenakan kacamata itu agar membantu Audrey untuk tetap tegar melepas kepergian dirinya. Adryan hanya tidak ingin menambah suasana menjadi lebih mengharukan.
***
Dear Audrey,
Ini surat kesebelas dalam kurun waktu empat tahun terakhir yang telah kukirim padamu. Semoga kau baik, dan akan selalu baik-baik saja. Tak terasa hari cepat bergulir menjadi menahun. Apakah masih ada selaksa amarah atau prasangka yang hinggap di dalam dirimu? Kuharap sejatinya segala rasa yang membuatmu kian tersiksa, kini telah menguap. Bagaikan abu yang menempel luruh saat embun membasuh permukaan dedaunan. Audrey, semoga jarak yang memisahkan tak jadi penghalang bagi keutuhan kita yang tak bisa lagi saling bersua. Audrey, namamu sekali lagi kutasbihkan agar asa dan rindu yang tiap kali datang menyilu menjelma menjadi kekuatan yang tidak merepihkan pilu. Tak ubahnya seperti namamu, “Audrey” yang berarti kekuatan. Semoga tiap ejaan namamu yang kurapal ditiap harinya bisa menjadi nyala bagi kerapuhan jiwaku yang sunyi akan kealpaan bayang dirimu disini.
            Dalam keheningan malam yang sunyi Audrey meremas surat yang baru saja ia baca. Bermandikan larikan cahaya gemintang yang bersinar teduh. Hatinya bagai diiris sembilu saat membaca tiap kata yang terajut indah di atas surat berwarna biru. Ia kembali merogoh isi dalam amplop. Berharap Adryan meninggalkan alamat tempat tinggalnya di dalam amplop tersebut. Namun tak dinyana harapan yang ia inginkan tak terwujud di dalamnya. Kembali sekelebat kenangan kini hinggap di depan matanya. Bagaikan sebuah layar besar yang terpampang di pelupuk mata dan terekam jelas dibenaknya. Seketika kehangatan tebit di ujung sisi-sisi matanya. Menjatuhkan benih air mata yang tak sanggup lagi ia panggul selama kurun waktu belakangan ini.            
“Kamu…” bisik Adryan, terdengar jelas dalam balkon apartemen yang dinaungi kesunyian pekat. “Coba lihat ke atas langit!” pintanya kepada gadis yang tengah cemberut di sebelahnya. “Apakah kamu tahu nama-nama bintang di atas langit sana?” lanjutnya. Yang ditanya hanya menggeleng pasrah tidak bersemangat menanggapi.
“Hmm… kamu payah!” ucapnya sambil menjawil hidung mancung Audrey. “Bintang yang paling kusuka adalah Polaris.” imbuhnya kemudian. Kepala Audrey mendongak menatap wajah Adryan.
“Polaris?” gumam Audrey. “Kenapa bukan Betelgeuse saja? “Isn’t it one of the brightest stars in the sky and it has gigantic proportion?” protesnya.
“Bagiku Polaris punya makna tersendiri.” Sebenarnya Audrey sedang malas mendengarkan penuturan Adryan. Baginya es krim di hadapannya lebih menarik untuk disantap disbanding mendengarkan celotehan Adryan tentang makna perbintangan.
“Polaris is frequently used as a navigation star. Bintang tersebut juga merupakan teman bagi orang-orang yang berpegian karena bisa menunjukkan arah bagi mereka. Bintang itu menunjuk ke arah utara. So, if someday you get lost, you can find your way by looking for the North Star.”
“I think I’ll never get lost.” Audrey menjawab datar penjelasan Adryan sambil ber-puuh ria karena es krimnya baru saja habis. Di sampingnya juga terdapat Adryan yang berdiri mematung dengan alis bertaut mendengar jawaban singkat yang baru saja dilontarkan Audrey. Lelaki itu tahu, Audrey sedang tidak bersemangat membahas apapun.
Audrey menoleh ke Adryan, keheningan sejenak terjadi. Seperti ruang hampa yang kehilangan udara tanpa kisi-kisi jendela dan tak berventilasi. Kesunyian langit malam di jantung kota Jakarta pun meresap diantara mereka. Angin berdesir membungkus malam yang dingin menusuk. Mereka saling bersitatap selama sepersekian detik. Kemudian Audrey bekata pelan, “Because you’re my navigation star. Why would I look for another star, if that star is already existed?”
Mendengar pernyataan seperti itu Adryan langsung tertegun. Ia tersenyum simpul dan mengeluarkan tangan dari saku celananya. Menautkan penjepit rambut bermanik bintang di ujung rambut Audrey. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir mereka berdua. Hanya acakan riap rambut yang diterima Audrey oleh Adryan. Pria itu memang tidak romantis. Namun bagi Audrey semburat sorot matanya itu sudah lebih dari cukup.  
***
Yasnaya Poliana, Rusia. 14 February 2005
            Privyet. Kak dyela[1], Audrey?” sapanya lirih seorang diri. Tetapi nada suaranya lebih terdengar frustrasi ketimbang bahagia. Adryan berkelana di suatu tempat bersejarah bagi kesusastraan Rusia. Pergi ke kota Tula yang letaknya sejauh 193 km dari selatan kota Moskow. Meninggalkan selebrasi yang sedang diramaikan oleh seluruh manusia yang sedang merayakan hari kasih sayang. Adryan seorang diri yang sedang berjalan di jalur kecil utama menuju ke sebuah rumah. Di sisi kanan-kiri terdapat pohon pinus lebat yang berimbun salju. Bulan ini adalah bulan keempat di musim dingin yang mana bulan selanjutnya adalah bulan penghujung yang sekaligus penutup di musim salju ini. Sepertinya tidak banyak pengunjung yang datang ke sini. Musim dingin yang meringkuk di minus delapan derajat membuat penduduk disini dan mungkin juga para turis enggan untuk keluar dari peraduan. Di musim seperti ini ketinggian salju bisa mencapai 20 cm- salju di sini cepat dibersihkan dengan traktor penyingkir salju. Adryan kembali merapakatkan mantelnya yang berlapis-lapis untuk yang kesekian kalinya. Dirinya juga mengambil syal tebal dan mengikatkannya di sekitar leher. Dinginnya Rusia membuat bibirnya membiru dan tangannya terasa beku. Ditambah lagi rasa rindunya pada Audey yang semakin menjelma di setiap harinya. Tujuan perjalanannya adalah ke sebuah rumah tua bercat putih yang masih terawat asli hingga menginjak abad ke dua puluh. Tak butuh waktu lama untuk tiba di rumah penulis legendaris yang telah menelurkan novel roman sepanjang masa Anna Karenina. Penulis tersebut merupakan salah satu penulis favorit Audrey, Leo Toltsoy. Andaikan saja ia kini bersama Audrey mengunjungi rumah penulis favoritnya, mungkin sekarang Audrey sudah berdecak kagum tak henti-hentinya. Memasuki pintu jalan masuk, ia disambut oleh rak-rak tinggi yang berisi banyak buku. Di dalam rumah tersebut Adryan mengelilingi ruang tidur, ruang belajar milik Toltsoy.
Sehari sebelumnya Adryan menjejakkan kaki ke Ismailova, salah satu pusat pasar yang berada di Rusia. Jaraknya belasan kilometer dari kota Moskow. Pasar tradisional tersebut tak biasanya ramai dikunjungi pembeli. Mungkin karena esok adalah hari Valentine. Semua orang datang kesini untuk membeli sesuatu yang berhubungan dengan hari kasih sayang. Toko-toko banyak dihiasi oleh warna pink, bunga, cokelat berbentuk hati, dsb. Berbagai ornamen, barang-barang antik, atau barang khas rusia juga mudah sekali ditemukan disini. Ia ingin membeli sesuatu untuk Audrey. Setelah lama berkeliling menjelajah ke penjuru pedagang di seputar jalur sempit beraspalkan salju putih tebal, ia langsung jatuh hati dengan boneka kayu khas Rusia, Matrioska. Boneka kayu yang ketika dibuka di dalamnya terdapat tumpukan boneka-boneka yang semakin kecil. Sebenarnya mereka berdua tidak seperti pasangan kebanyakan lainnya yang merayakan hari Valentine. Oleh karena itu Adryan memilih Matrioska sebagai hadiah untuk kiriman surat berikutnya.
***
Surat ketiga belas Adryan datang, kali ini bersama paket. Audrey tak sabaran untuk membuka isi di dalamnya. Dia merobek amplopnya. Tidak ada banyak kata di dalamnya, hanya ucapan “Audrey, when you look upon the stars. Find your own Polaris. I’m right there with you.” Ada yang aneh pada surat ini. Adryan menuliskan -surat ke-13- di penutup amplopnya. Dada Audrey berdesir kuat. Ada sesuatu yang janggal namun ia tidak mengerti ada apa sebenarnya. Dia kemudian mengambil Matrioska di dalam kotak paket tersebut. Dibelakanya terukir nama mereka berdua dan juga sebuah kalimat singkat “Прощай навсегда.” Audrey begitu hafal berapa jumlah surat yang dikirimkan oleh kekasihnya. Gadis itu langsung membuka kotak berisikan surat-surat, ia menghitung semua jumlahnya. Ada sebanyak sebelas surat. Lalu mengapa ia menulis surat ketiga belas. Apa Adryan salah menghitung?- pikirnya pendek. Surat terakhir tersebut tertiup angin yang berembus melalui jendela kamar. Membuat surat itu terbalik. Di bagian belakang ternyata ada tulisan. Tertera sebuah alamat dan menyuruhnya untuk datang kesana  sesegera mungkin.
Beberapa hari kemudian Audrey tiba di Rusia. Ditemani seorang pria berperawakan Indonesia yang menjemputnya sedari tadi di bandara.  Butuh waktu selama tiga jam untuk tiba di sebuah lembah sempit berkelok bernama Dargavs berlokasi di North Ossetia. Selama dalam perjalanan ia tidak banyak bertanya pada pemuda tersebut. Sepanjang perjalanan menuju rumah berbukit ia hanya merasakan hawa aneh di sekujur tubuhnya.

“Tempat apa ini?” tanyanya ketika memasuki rumah batu yang di sekelilingnya yang juga terdapat miniatur rumah yang berbetuk sama.  Di dalam rumah itu terdapat benda-benda peninggalan milik Adryan seperti halnya-buku, pena, mantel, dsb. Juga terdapat peti kayu panjang berpelitur.
Pemuda di sebelahnya berujar, “Ini makam Adryan.” Nafas Audrey langsung tercekat. Air matanya tumpah seketika. Ia jatuh tersungkur di depan peti mati Adryan sambil mendekap erat Matrioska di dadanya. “Seharusnya ia tidak jatuh cinta padamu. Karena itu akan menyakitkan bagi kalian berdua. Sejak dua tahun yang lalu ia sudah meninggal dunia karena penyakit yang belum ada obatnya. Spinocerebellar Degeneration. Ia kehilangan kendali pada syaraf motoriknya.” Audrey makin terisak saat mendengar kata-kata itu. “Adryan sengaja membuat surat sebanyak mungkin agar kamu percaya bahwa ketika bahkan ia sudah tiada, ia akan selalu berada di sisimu. Kamu mungkin bertanya kenapa surat terakhir yang ia kirim bertuliskan angka tiga belas. Mitos tiga belas merupakan angka yang diyakini bagi sebagian masyarakat di dunia adalah angka sial dan juga angka kematian. Surat itu adalah sebagai surat penutup yang Adryan kirimkan untukmu. Dan sisa surat selama kurun waktu dua tahun belakangan ini, aku yang mengirimnya. Ukiran aksara Rusia yang terdapat di Matrioska itu dibaca: Proshchay navsegda yang berarti Selamat tinggal untuk selamanya.” ujar pemuda itu menatap punggung Audrey yang naik turun. Masih tersedu.      


[1] Halo. Apa kabar? 


 Cerpen ini masuk dalam antologi "Long Distance Relationship" penerbit Nusantara. 

Selasa, 16 Juli 2013

Date a girl who reads

Date a girl who reads. Date a girl who spends her money on books instead of clothes, who has problems with closet space because she has too many books. Date a girl who has a list of books she wants to read, who has had a library card since she was twelve.

Find a girl who reads. You’ll know that she does because she will always have an unread book in her bag. She’s the one lovingly looking over the shelves in the bookstore, the one who quietly cries out when she has found the book she wants. You see that weird chick sniffing the pages of an old book in a secondhand book shop? That’s the reader. They can never resist smelling the pages, especially when they are yellow and worn.

She’s the girl reading while waiting in that coffee shop down the street. If you take a peek at her mug, the non-dairy creamer is floating on top because she’s kind of engrossed already. Lost in a world of the author’s making. Sit down. She might give you a glare, as most girls who read do not like to be interrupted. Ask her if she likes the book.

Buy her another cup of coffee.

Let her know what you really think of Murakami. See if she got through the first chapter of Fellowship. Understand that if she says she understood James Joyce’s Ulysses she’s just saying that to sound intelligent. Ask her if she loves Alice or she would like to be Alice.

It’s easy to date a girl who reads. Give her books for her birthday, for Christmas, for anniversaries. Give her the gift of words, in poetry and in song. Give her Neruda, Pound, Sexton, Cummings. Let her know that you understand that words are love. Understand that she knows the difference between books and reality but by god, she’s going to try to make her life a little like her favorite book. It will never be your fault if she does.

She has to give it a shot somehow.

Lie to her. If she understands syntax, she will understand your need to lie. Behind words are other things: motivation, value, nuance, dialogue. It will not be the end of the world.

Fail her. Because a girl who reads knows that failure always leads up to the climax. Because girls who read understand that all things must come to end, but that you can always write a sequel. That you can begin again and again and still be the hero. That life is meant to have a villain or two.

Why be frightened of everything that you are not? Girls who read understand that people, like characters, develop. Except in the Twilight series.

If you find a girl who reads, keep her close. When you find her up at 2 AM clutching a book to her chest and weeping, make her a cup of tea and hold her. You may lose her for a couple of hours but she will always come back to you. She’ll talk as if the characters in the book are real, because for a while, they always are.

You will propose on a hot air balloon. Or during a rock concert. Or very casually next time she’s sick. Over Skype.

You will smile so hard you will wonder why your heart hasn’t burst and bled out all over your chest yet. You will write the story of your lives, have kids with strange names and even stranger tastes. She will introduce your children to the Cat in the Hat and Aslan, maybe in the same day. You will walk the winters of your old age together and she will recite Keats under her breath while you shake the snow off your boots.

Date a girl who reads because you deserve it. You deserve a girl who can give you the most colorful life imaginable. If you can only give her monotony, and stale hours and half-baked proposals, then you’re better off alone. If you want the world and the worlds beyond it, date a girl who reads.

Or better yet, date a girl who writes.”

Rosemarie Urquico

Jumat, 12 Juli 2013

Bersyukurkah kita?

Saya tertarik menulis tulisan ini karena berkat teman kecil saya yang memposting tulisan di note-nya. Sebelumnya saya juga sering di tandai beberapa notes-notes yang ia buat. Acap kali saya membacanya dan Alhamdulillah hal itu membawa dampak positif bagi saya. Senang rasanya bila memiliki teman yang selalu bisa mengingatkan dalam kebaikan, terlebih lagi mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Tapi yang membuat saya bingung mengapa bila kita mengobrol secara personal itu hanyalah obrolan-obrolan flashback masa kecil bersama teman-teman, dia yang tiba-tiba curhat, saling bergurau satu sama lain, dan tak jarang pertanyaannya kapan saya memiliki seorang pendamping. Saya sebenarnya ingin berbicara dan bertukar pikiran masalah agama atau semacamnya. Mungkin sedari kecil kita berdua memang tidak pernah serius ketika berbicara satu sama lain dan kerjaannya hanya saling beradu mulut. Kemudian saya menyimpulkan, mungkin dia tipikal orang yang mengingatkan dalam kebaikan yang hanya bisa di dalam tulisan atau mungkin juga dia berfikir 'saya juga jauh lebih mengerti lah' toh buat apa diingatkan. Belum lama memang Allah mempertemukan kami kembali dalam sebuah reuni kecil yang mana hanya tiga orang dari kami. Apa yang seperti itu termasuk kategori reuni? Hehee. Karena saya pikir kalau saat itu tidak dipaksakan mungkin kami bertiga tidak akan pernah bertemu kembali. Sampai-sampai ketika sudah hampir tiba di lokasi harus balik menjemput Pipit di kampusnya dan teman saya yang akan saya ceritakan di sini sudah menunggu di lokasi. Sayang sekali saya tidak mengabadikan momen pertemua kami di dalam ponsel saya. Lagipula, sepertinya tiga dari kami bukanlah orang yang gemar foto-foto.

Tulisan yang ia buat mengenai Manusia dan Kebahagiannya. 
Kita sebagai manusia memiliki sifat 'gluttony' atau dalam kata lain tidak pernah puas dengan apa yang kita miliki. Still want more and more...

Saat itu dia masih duduk di kelas tiga MTS, saat teman-temannya memiliki sebuah handphone timbullah keinginan ingin memiliki sebuah handphone seperti teman-temannya. Saat itu ia berfikir mungkin ketika ia memiliki handphone ia akan bahagia. Dan ketika ia sudah memilikinya, apakah ia bahagia? Tentu saja tidak. Selang setahun kemudian teknologi handphone pun semakin canggih dan handphone yang ia miliki pun sudah jauh ketinggalan teknologinya. Waktu itu ketika kami bertemu, ada telepon masuk dan dia malu-malu mengeluarkan handphone dari saku celananya. Yang ada di benak saya ketika melihat dia 'kenapa harus malu?' Saya justru senang melihat kesederhanaan yang ia miliki. Ternyata setelah saya tahu perjuangan ia dalam memiliki handphone tersebut sangat butuh perjuangan. Ia dapat memiliki handphone tersebut ketika sudah duduk di kelas 2 SMA. Bayangkan berapa tahun ia harus menabung untuk membeli sebuah handphone??

"Oke, ternyata sampai kelas 1 SMA saya juga tidak punya hp! Barulah ketika ingin naik kelas 2 saya baru bisa beli Hp, ya itupun setelah nabung super lama dan harus jajan semengenaskan mungkin."

Baca: "Harus jajan semengenaskan mungkin..." 
Terlepas dari kalimat hiperbolik yang ia gunakan. Saya berfikir kembali dan bersyukur terhadap apa yang saya miliki. Pada saat itu saya memiliki handphone tidak harus menabung susah-susah. Diberikan oleh orang tua. Baru-baru ini saja setelah saya sudah memiliki pekerjaan saat di bangku kuliah, baru bisa memiliki handphone dari hasil kerja sendiri.

Kemudian keinginan dia beralih ke benda yang jauh lebih mahal yaitu, motor. Akan tetapi keinginan yang ia miliki harus di distorsi dengan ujian masuk PTN. Sejak kecil saya tahu, dia bercita-cita ingin menjadi arsitek. Dia pernah menulis biodata di buku saya saat kita sama-sama masih kecil. Akan tetapi setelah ia diterima di UI jurusan arsitektur, apakah lantas ia bahagia?? Ternyata tidak, tidak sama sekali. Kebahagiaan yang ia miliki selama 2 hari setelah mendapatkan kabar diterima di UI di jurusan yang ia idam-idamkan, harus dibayar selama 1,5 tahun terpenjara dalam mata kuliah menggambar dan itu-itu saja. Tidak ada hitung-hitungannya, katanya saat itu kepada saya. Kalau ingin hitung-hitungan kenapa tidak masuk FMIPA saja ya? bingung saya. Masa dia tidak telaah dulu apa saja yang akan di pelajari ketika masuk arsitek?

Akhirnya ia bisa membeli motor dan membelinya itu bukan cuma-cuma. Ia harus kredit dengan penghasilanya sebagai guru les dan untuk kesekian kalinya harus menekan uang pemasukan yang ia miliki untuk menyicil motor. Akhirnya, sekarang ia duduk di semester 5 di UIN  jurusan Pendidikan Agama Islam. Ia keluar dari arsitektur UI. Dan pasti kita bertanya-tanya lantas apakah ia bahagia setelah keluar dari jurusan arsitek dan mengenyam pendidikan di UIN?? Sekali lagi tidak demikian. Itu berarti ia harus iri melihat teman-teman seangkatannya saat sedang mengerjakan skripsi dan seperti halnya saya yang sudah lulus. Saat itu memang ia sering memberikan support untuk saya agar terus mengerjakan skripsi. Terlebih lagi, ia harus telat menikah dari perhitungan sebelumnya selama 2 tahun.

Dari kejadian-kejadian membuat saya berpikir bahwasannya manusia bukanlah pribadi yang pandai bersyukur. Selalu ingin lagi dan lagi. Saya pikir hanya diri saya saja yang memiliki perasaan demikian. Di luar sana ada banyak sekali orang yang mungkin jauh dari kata bersyukur. Karena kebahagiaan bukan diukur dari berapa banyaknya materi yang kita miliki. Karena ketika kita sudah memiliki materi yang kita inginkan, kita pasti menginginkan sesuatu yang lebih dan lebih lagi. Hal ini juga mengingatkan saya pada film "Coraline" yaitu film animasi yang menginspirasi saya untuk dijadikan sebagai bahan skripsi saya. Dimana di film tersebut ada seorang anak kecil yang selalu ingin di manja oleh orang tua "impiannya" dan akhirnya ia terjebak dalam keinginan-keinginan tersebut. Sehingga mengakibatkan dirinya mendapatkan a series of unfotunate event.

Yang terpenting adalah bagaimana kita harus terus berupaya untuk bersyukur dan kurangi mengeluh :)

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ
“Dan nikmat apapun yang kalian dapatkan adalah datang dari Allah.” (An-Nahl: 53)
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup.” (An-Nahl: 18)

“Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak akan mensyukuri atas yang banyak dan barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Menceritakan sebuah nikmat (yang didapati) kepada orang lain termasuk dari syukur dan meninggalkannya adalah kufur, bersatu adalah rahmat dan bercerai berai adalah azab.” (HR. Ahmad dari An-Nu’man bin Basyir) [Madarijus Salikin, 2/248]

Kembali saya di ingatkan pada ciri khas surat Ar-Rahman yang selalu di ulang-ulang di dalam suratnya: Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?). Hal ini dimaksudkan agar supaya para insan manusia selalu mengecap rasa syukur pada Allah SWT.

Jumat, 05 Juli 2013

Mawkish

Ada saat ketika dimana sebuah kancing harus terlepas jatuh dari sepotong pakaian.
Ada masa dimana pembatas buku harus menanggalkan sebuah buku yang telah dibaca oleh pemiliknya.
Ada periode saat rumput di atas hamparan mulai menguning meranggas dan tercerai-berai dari akarnya.
Dan waktu... dan waktu pun terus berlalu. Tak perduli seberapa pahit semua itu.

Saat kita tengok ke belakang...
Ada  rasa nyaman saat sebuah kancing dikaitkan ke dalam sebuah rongga bergaris.
Ada rasa hangat kala dimana sebuah buku menemukan sebuah pembatasnya.
Ada sebuah pemandangan indah saat rumput-rumput hijau mulai tumbuh di hamparan.

Hidup ini tidak lebih dari makna yang datang dan yang pergi.
Apakah sesederhana itu kamu melihatnya?  Bila iya, kurasa kau keliru.
Jujur, buatku tidak seperti itu.
Aku memahami dan menikmati semua perjalanannya.

Aku menyusuri tiap likunya. 
Di saat sebuah kancing harus ditusuk oleh jarum terlebih dahulu sebelum dikaitkan ke sebuah rongga bergaris sehingga menjadi sebuah protektor yang kukuh untuk menjaga keutuhan sebuah pakaian. 

Begitu pula saat menyelami sebuah cerita di sebuah buku, menikmati seluruh perjalanan dan isi yang terkandung di dalam buku tersebut. Meskipun berkali-kali mendapat tamparan hebat saat dimana... harus menangis tersedu-sedu karena sebuah alur cerita. Buku tersebut percaya sang pemilik tidak akan pernah tega melipat lembaran itu, entah seberapa sakit cerita di dalam lembaran itu. Ia akan selalu menyematkan sebuah pembatas buku untuk mengapitnya di tengah halaman yang menyesakkan.

Bahkan saat rumput-rumput itu mulai berfotosintesis dengan memerlukan bantuan klorofil dan cahaya matahari hingga tumbuh dengan begitu cantiknya seperti sebuah hamparan sajadah hijau terbentang. Sampai akhinya rumput-rumput itu meranggas dan terlucuti dari akar-akarnya. Meninggalkan sebuah tanah yang teronggok mengeras karena tak ada lagi asupan kelembaban air maupun udara.


Whenever I feel sad, I know where place  to go
Wherever I am, there is always you remember me 
Whenever I feel afraid, I know there is always you to strengthen me
Even when I fear about the uncertain either about this world or to take the decision, you give me strong push to try and stop over-thinking. Just give it a try!

If God happens to meet you to the person that you've never been expected before.
Just welcome she/he goes into your life. Some of them are too impulsive, give you an immensely unbearable headache, and they might be give you some pains. Nonetheless, they also have a band-aid to cover your hurt. Above all, they also know what you need even when you give them unspoken words. 

And when she/he decides to leave from your life. Do not ever to hold them back...


"Awan itu punya filosofi. Awan, karena bentuknya yang selalu berubah harus rela luruh menjadi rintik hujan. Bentuknya selalu berubah mengikuti hukum alam. Jatuh ke sungai, mengalir ke laut, terus menguap ke langit dan kembali menjadi awan lagi. Bukankah titik hujan tak pernah bertanya, kenapa mereka harus meninggalkan tata langit saat harus jatuh membasuh bukit. - Rectoverso~ Firasat"

 "Nobody ever says goodbye anymore. Everyone just seems to disappear quietly right when you need them." -Girl's Phrases-

"Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini, yang ada hanya orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya." -Refrain-


"A person who have always been  by my side in the rough time, he/she absolutely deserves at my best time"  -AR- 

"The dusk is never be the same any longer because I'm unable to find someone who is always there even when I could no longer tell which feeling sad or happy. As long as we still live under the same sky, I know I'll never be alone. -AR-


Sabtu, 15 Juni 2013

Di sudut Senja

Mari kita duduk bersama
Di kala senja menjelang tiba
Ditemani minuman hangat
Tapi jangan kau seduh minuman itu

Itu pahit terasa, terlalu pahit bahkan
Karena aku tak ingin hambar semakin menyebar
Jangan pula kau seduh sampai mendidih
Cukup suam-suam kuku saja

Aku pilih coklat hangat, dengan dua block gula batu
Hanya dua block, agar tidak terlalu manis...
Aku tak begitu suka yang terlalu manis
Karena semakin manis, justru malah pahit dirasa

Ketika berbicara, kumohon jangan mengepalkan tangan
Cukup rileks dan biarkan jemari mu merekah
Jangan pula mengatupkan rahang, karena itu terlihat
Kau masih menyimpan selaksa amarah terpendam

Mari kita lenyapkan perasangka dan secercah luka
Disini, di tempat ini mari kita rangkai kembali
Akal dan pikiran yang sehat
Sambil menunggu hujan kita sejenak berehat

Biarkan gemuruh amarah itu terbawa derasnya buliran hujan
Hingga mengalir sampai tak tahu lagi kemana muaranya
Agar kita tak mampu lagi mengerang tajam
Aih, aku lupa... meski kali ini hujan turun...

Ku harap bening di sudut matamu juga jangan sampai menetes
Sungguh aku tak sampai hati melihatnya
Maka aku akan coba meredam semua yang hampir meluap
Asal kau janji jangan ada bayangan mengabut di sudut mata itu

Secercah asa, kita melihat ke depan...
Sambil mengembagkan sudut simpul di bibir
Biarkan yang pernah ada teronggok manis
Dengan untaian kata yang akan kita tulis, disini...

Kita?
Iya, kita...
Dimana kau akan menulisnya?
Apakah itu awan, kertas, atau di cawan kopi pekat yang sering kau teguk?

Tidak, tapi kau sendiri yang menuliskannya
Disini... 

Sabtu, 08 Juni 2013

A tale from...

Long time no post...

I have a toothache. A molar precisely in the back of my teeth will grow.
And do you know how it feels? It's really, really painful... yet I have to restrain this toothache.
Is there any good pain-killer to relieve my toothache??

Oh, ya I've got an interview today in Kinderfield pre-school. The school is really nice, I don't know since when this school was established. I had a written test and it's kinda difficult for me. It's like toefl test, ugh back then my score still less than 500. I did the test as long as I can do.
For the interview test, Alhamdulillah I can do it well ;) (It's kinda surprising since my speaking ability is not really good. Emm, how could I say? I rarely speaking in English in daily life).
The interviewer is really nice, I've never got an interview like this before.
She ask me to describe my own-self? Actually, I don't really like this kind of question...
Could you tell about yourself?

“I know pretty much what I like and dislike but please, don't ask me who I am.”
― Sylvia Plath, The Unabridged Journals of Sylvia Plath


Actually I'm a bit shy, but when I'm with kids. I can get along easily with them.

(Ngga ngerti, where these words were coming from? It sounds 'gombal' gitu yah. xDD)
I've never been bragging like this.. Hihii, tapi namanya juga interview. Kan sifatnya menjual ability...
Honestly, I'm not kind a person who can easily get along with. However, I like kids... I like seeing their smile, cuteness, their innocent, etc.

How much salary do you expect?
Nahh, for this one... I mention the amount of number which is based on my brother told to me...
Yahh, wajar ya bilang segitu... regarding with a thesis that nearly finish and I will present it in this month.
Tapi ibunya juga nggak gimana-gimana lho, and she says "because you already..."
I can read from her facial expression and her utterance say, wajar minta segitu, wong kamu sebentar lagi sarjana.

Can you take off... what is it? Veil??
Nahh, again this is the second obstacles. The day before I also got an interview in International School by phone, but the requirement is... I have to take off my veil. Aduh, sorry-sorry Super Junior... I can't :((

Because you're dealing with kids...
You can put it on before you coming here and go home... but when you're teaching you have to pt it off.

Here my reply, I'm sorry miss... I've never been taking off my veil. (sambil senyum-senyum menebar pesona sama si Miss baik hati ini).

- So, you wear a veil since a kid?

- Yes, miss... (nods, plus senyum lagi). Iyalah, since I was 8 month daddy tried to wear a veil on my head.

- I'm so sorry, miss... I don't know. I really appreciate it. (Non-muslim, tapi ngertiin n polite banget yahh).

- Sorry, miss... (aku mesem-mesem ga jelas lagi).

- Iya gak pa-pa :)  I'm really sorry... (Dari raut mukanya sih bilang: justru saya yang seharusnya minta maaf).
   Because we have four teachers here, they are wearing veils but when they go home and come here they 
  can put their veil.

Mungkin bisa di modifikasiin jilbabnya, sebentar ya... saya mau bbm, minta kirimin foto teacher yang di karawaci jilbabnya, How it looks like... Mungkin kamu saya tempatin disana...
Si ibu sempet-sempetnya mau kasih liat aku harus pakai jilbab macam apa nanti kalau diterima...
Hadeh,, ngga pernah kebayang kalau harus pakai jilbab yang mesti di gulung-gulung ala alay dahsyat~ ye ye la la la la~ ~

All I know, jilbab syar'i yaa like this...

"...Maka julurkanlah kerudung-kerudung mereka hingga ke dadanya. .."
(Al-Qur'an : Surat An-Nur Ayat 31)
Allah berfirman:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka men julurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).


Lastly, she says I'll let you know if you're accepted or not... (We both senyum lagi).
Kesan yang aku dapet dr ibu ini... baik, ramah, friendly, ckck... Ngga pernah dapet interviewer seperti ini lho.

Nah... pas pulang si kakak nanya, Ya iyalah kakak nanya. Dia yang udah anterin adeknya ini jauh-jauh... Aduh, emang sayang banget sama adik yang bisa dibilang sering nyusahin ini...
What running in my head, she is just appreciate me. That's it. In other word, she is adore...
Tapi kata kakak, dia itu appreciate karena banyak orang yang berjilbab tapi banyak yang nggak bener, nggak konsisten, dan semacamnya. Itulah yang merusak image wanita berjilbab. Maka pas dia tanya kamu, kamunya gak mau lepas jilbab dia baru tau ada yang seperti itu. Apalagi di situ juga ada empat tenaga pengajarnya yang pakai jilbab, tapi ketika dia mengajar dia mau lepas.

Alhasil, aku cuma manggut-manggut pas dapet pengertian dari si kakak. Ohh.. gitu...
Kadang suka bingung, ini otak isinya apa ya? kok nerjemahin hal-hal yang seperti ini aja rather slow. Hehee. Si kakak analisanya jauh banget... mungkin pemikiran orang dewasa, yang notabene nya abang harus nge didik yah? Kamu tuh begini... kamu tuh begitu...

Nah... pas pulang... Ngga tau mesti pulang lewat mana, naik apa, jalan aja macam orang bodoh gak tau tujuan. Ditinggal pulang si kakak...
Aku juga gak tau daerah situ... Jalan... aja. Cukup jauh... Sepanjang jalan kenangan, eh salah xD.
Iya, sepanjang jalan liat anak-anak remaja tanggung pada pacaran di taman-taman. Terus banyak pohon pula. Ini pada mau syuting film bollywood apa??
Inside my head... Aduh, sekolah dek yang bener... Cari duit dulu yang banyak. ckck...
Nih, calon sarjana aja masih nyari job. Apalagi ente-ente semua... Astaghfirullah...

Rencana mau naik taksi, tapi jangan dulu, jangan... harus usaha dulu. Masa sih aku gak bisa nanya-nanya?? Masa sih mesti jadi anak manja yang karna gak tau jalan terus ambil jalan pintas buat naik taksi. No... dalam kamus aku ga boleh jadi anak manja and menye-menye. Usaha dulu, kalau udah kepepet ya kudu get in a cab.

Alhasil, dapet angkutan umum... belum lama jalan. "Neng, mau trurun dimana?"
"Di pamulang..."
"Neng, salah naik..." Sebenarnya sih udah tau salah (feeling) tapi karena malas nanya jadi begini nih akibatnya. Malu bertanya sesat di jalan...
Tapi untung belum jauh... jadi akhirnya bisa naik angkutan umum dan selamat sentosa sampai rumah... :))

Ketika udah mau sampai deket rumah... A call from Ummi, yah... namanya juga orang tua, apalagi Ibu. Takut anaknya kenapa-kenapa. "Dimana, kok lama pulangnya?" (Ya iyalah, nunggu di interviewnya aja lama. Plus gak tau jalan lagi).
"Iya, ini juga lagi di jalan kok." :))

Jumat, 10 Mei 2013

Tersenyumlah

Ketika anda dirundung duka, ditimpa kebingungan, dan diliputi masalah yang berat maka tersenyumlah!. Karena, itu semua Allah hadiahkan agar hambanya mengetahui betapa nikmatnya kebahagiaan, ketenangan, dan kelapangan yang sebenarnya. Karena takkan tahu betapa indahnya ketenangan tanpa mengetahui kesempitan dan takkan tahu kebahagiaan tanpa adanya kesedihan. Itulah hikmah agar kita tidak menyia-nyiakan segala anugrah dan mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita.

Ketika posisi kita sedang dalam kesusahan ekonomi dan merasakan getirnya kemiskinan, maka tersenyumlah!. Semoga ini menjadikan hati kita tenang dan jiwa kita rela. Karena bisa jadi kita lebih baik hidup dalam posisi seperti ini agar kita terhindar dari keangkuhan karena kekayaan, kesombongan yang diakibatkan harta melimpah ruah, dan sedikit harta berarti sedikit penghisaban di akhirat.
Ketika kita sakit dan tergeletak tak berdaya karena begitu beratnya penyakit, maka tersenyumlah!. Mudah-mudahan dengan tersenyum itu membuat Allah ridha kepada kita dan kita ridha kepada-Nya. Percayalah dengan adanya penyakit berati dosa kita sedang dihapus, aib-aib pada diri sedang dikikis, dan hati kita sedang diobati.

Ketika kita dihina, dicaci, dan dimaki padahal kita adalah orang baik-baik, maka tersenyumlah!. Janganlah balas mereka dengan hinaan pula karena kita beruntung tidak seperti mereka yang bermulut penuh dosa. Panjatkanlah segala puji kepada Allah karena Dia tidak menjadikan kita sebagai pencaci tapi menjadikan kita yang memaafkan segala cacian.

Ketika kita sedang difitnah dan dicemarkan nama baik dengan hal yang dusta, maka tersenyumlah!. Jangan takut pribadi kita jatuh atau martabat kita runtuh, karena sesungguhnya mereka yang memfitnah itu sedang menyebarkan nama kita kepada khalayak ramai secara besar-besaran, intens, dan gratis. Jika kita adalah orang yang benar niscaya pemberitaan secara cuma-cuma itu membuat diri semakin mulia dan nama menjadi harum. Sungguh kayu Gaharu tidak akan tercium wanginya sampai ada api yang membakarnya.

Ketika kita sedang dikucilkan oleh orang-orang akibat kesalahpaham dan kekeliruan, maka tersenyumlah!. Semoga Allah menakdirkan seperti ini agar kita tidak sering berkumpul dengan orang-orang jahil, berdiskusi dengan mereka yang bodoh, dan bergaul dengan para pemalas. Ini berati Allah hendak menjauhkan kita dari kemaksiatan dan ini saatnya untuk menyendiri, merenungi dosa, memperbanyak dzikir, berteman dengan buku, menciptakan karya, dan menimbun pahala.

Ketika salah satu keluarga, kerabat, atau teman kita meninggal dan kita berada dalam kesedihan yang amat berat, maka tersenyumlah!. Janganlah keratapinya, sebab Allah memanggilnya karena cintanya pada si mayit dan percayah dia telah keluar dari alam yang fana kepada alam yang kekal dan dia telah meninggalkan dunia yang hina ini dan menuju tempat yang jauh lebih baik dan luhur, yaitu di sisi Allah SWT.

Ketika kita gagal dalam mencapai impian dan belum berhasil menggapai cita-cita, maka tersenyumlah!. Mungkin Allah ingin melihat usaha yang jauh lebih keras dari sebelumnya. Allah ingin menempa kita dengan kegagalan agar kita menjadi pribadi yang sabar dan teguh. Allah ingin kita terus belajar, berfikir, berjuang tanpa henti, dan bekerja tanpa lelah sehingga ketika keberhasilan sudah diraih kita merasakan kenikmatan yang jauh luar biasa.

Ketika kita melihat diri ini penuh akan kekurangan, keterbatasan, dan cela, maka tersenyumlah!. Karena Allah yang Maha Adil juga meng-karuniakan kita berbagai macam kelebihan. Sykurilah nikmat Allah itu dengan mem-potensikan kelebihan dan mempertajam ke-ahlian agar kita bersinar di antara orang-orang. Abaikan kekurangan dan acuhkan keterbatasan karena setiap orang memilikinya dan Allah yang menciptakan kekurangan tersebut sudah menyiapkan pendamping yang siap menerima kita apa adanya.

Ketika kita sedang menikmati kesuksesan lalu mendadak keadaan berubah drastis sehingga kita berada dalam kejatuhan dan kesusahan, maka tersenyumlah!. Mungkin saja jika kita terus berada dalam kesenangan tersebut hati kita akan menjadi keras, iman kita turun, dan lupa akan ibadah. Dengan begini seorang hamba akan kembali pada Tuhannya dengan penuh ketundukan. Percayalah, dengan musibah, Allah hendak menguji hamba-Nya, mendidiknya agar tegar, dan meniggikan derajatnya.

Ketika kita sedang merasakan penderitaan hidup yang begitu hebat dan berat yang seakan tidak ada harapan lagi atasnya, maka tersenyumlah!. Yakinlah itu sebagian dari Sunnatullah kehidupan. Tenangkanlah diri, kuatkanlah hati, dan optimislah bahwa harapan itu ada, karena kepekatan malam yang memuncak itu tanda fajar akan merekah, tali yang meretas kuat tidak lama lagi akan putus, dan itu berarti puncak penderitaan yang dialami merupakan sinyal akan tibanya kebahagiaan hidup.
Tersenyumlah kawan karena itu sedekah yang paling ringan, obat penenang hati, penawar kegundahan jiwa, dan penyemangat bagi raga. 

Reblogged from my childhood friend: http://jegersan.wordpress.com/2013/01/26/tersenyumlah/