“Sorry-sorry, Tam loe gak pa-pa kan?” Tami hanya mengangguk lesu. Setelah yakin tidak terjadi apa-apa pada cewek itu, Dafi selaku cowok yang menendang bola dengan keras tadi kembali melanjutkan permainannya bersama teman-temannya.
“Serius gak apa-apa?” tanya Reno khawatir.
“Iya, gue baik-baik aja”
“Tapi tadi kena siku gue kan? Sini coba gue lihat.” tangan lembut Reno menyingkirkan rambut di kening Tami dan mengusap lembut keningnya. “It’s a little bit bruise. Does it hurt?” tanya Reno memijat dengan hati-hati. “Aw... sakit.” Tami mengaduh kesakitan. “Tadi katanya gak kenapa-kenapa.” ucap Reno sambil tersenyum. Senyuman termanis yang sering dilihat Tami secara diam-diam, kini diperuntukkan langsung olehnya. Degup jantung Tami berdetak begitu cepat tak sanggup berkata apa-apa. “Kita ke ruang UKS nanti biar gue yang obatin.” tanpa meminta persetujuan Tami, Reno menggenggam tangannya menuju ruang UKS.
“Maaf ya gara-gara gue, loe jadi kesakitan gini.” ucap Reno sambil mengobati kening Tami dengan es batu. “Justru gue harus berterimakasih karena loe udah selamatin gue, Ren...”
*************************************
“Tami, pulang bareng siapa?” sapa Reno di depan gerbang sekolah.
“Sama Bianca...”
“Nggak, gue pulang sendiri kok. Loe pulang berdua aja bareng Tami.” ujar Bianca sambil menyubit lengan Tami. Cukup membuat Tami mengernyitkan dahi. “Udah deh! Loe pulang bareng dia aja. Kapan lagi coba?” bisik Bianca
Ketika Tami sampai di hadapan Reno. Reno kembali memegang kening Tami. “Masih sakit?” tanyanya dengan cemas. “Udah mendingan.” Reno mengacak-acak rambut Tami dengan lembut.
Selama perjalanan Tami hanya bingung dengan sikap Reno yang lain dari biasanya. Ia bertanya-tanya dalam hati mengapa Reno memperlakukannya demikian lembut. “Apa Reno sudah tahu kalau aku suka padanya?” kalimat itu memantul terus di relung hati Tami. “Tam, kita makan dulu yuk! Gue laper ni.” Ajak Reno namun tak memperoleh jawaban dari Tami. Gadis itu sibuk dengan pikirannya sendiri. “Tam...Tam...Tami...”
“Eh, iya Reno ada apa?” tanyanya gelagapan. “Loe ngelamun ya? Kita makan dulu ya?”
“Oke...”
Sambil menunggu makanan datang Reno memandangi wajah Tami terus. Hal ini cukup membuat pipi Tami seperti kepiting rebus. Ia tak membalas tatapan Reno, malah ia alihkan pandangannya ke gantungan handphone lucu berbentuk bintang diatasnya terdapat pelangi berhias glitter biru yang menjuntai di saku seragam Reno. Baginya gantungan itu lebih enak dilihat ketimbang membalas tatapan hangat Reno. “Kok ada ya cowok yang suka pakai accessories kayak gitu.” pekik Tami dalam hati.
“Reno, kenapa sih liatin aku terus? Ada yang aneh di wajahku ya?” tanya Tami gugup.
“Oh, nggak... kamu cantik Tam. Kamu sendiri ngapain liat...” Reno celingak celinguk ke seragamnya. “Ini! Dari tadi kamu liat ini. Kamu suka? Ini untukmu aja,” Reno memegang punggung tangan Tami, membuka telapak tangan Tami dan memberikan padanya. “Oh my God! He’s touching my hand and just said that I’m beautiful,” Tami menjerit dalam hati dan menggigit ujung bibirnya.
“Di jaga baik-baik ya!” pintanya pada Tami. “Thanks, pasti aku jaga! jawab Tami mantap.
“Tami, aku tau kamu suka sama aku..”
“Wait...wait... apa-apaan ini. Tiba-tiba dia seperti ini,”
“So, boleh kalau aku punya perasaan yang sama denganmu?” Shoot! Kata-kata itu sangat mengejutkan Tami. Bagaikan air dingin yang menyiram kepalanya di tengah hari bolong ini. Tami terbujur kaku. Speechless.
Beberapa menit berlalu. Reno masih memegang punggung Tami yang pada lengan Tami terdapat gantungan hp darinya. Reno menunggu jawaban dari wanita di hadapannya ini. “Tam, gimana? I need your answer, now. Bolehkah,?”
Tami menundukkan kepalanya. “Ehm... iya,” ujarnya sambil membalas tatapan Reno kemudian mengalihkan pandangannya ke tangan mereka berdua yang masih menyatu.
*************************************
Dear Amanda, ini terlalu berat untukku. Mungkin juga bagi kita. Aku tahu hubungan ini gak mungkin bisa kita lanjutkan lagi. Sejak kepergianmu, tak satupun kamu membalas email dari ku. Sudah saatnya aku membuka hati untuk orang lain dan terlebih lagi aku sudah jadian dengan orang lain. Semoga kamu baik-baik saja dimanapun kamu berada. Kamu adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Terimakasih atas segalanya.
Reno selesai mengetik email untuk Amanda. Pacar Reno yang entah kini berada dimana. Amanda meninggalkan Reno lima tahun yang lalu. Dan status mereka belum putus. Mungkin sudah ada ratusan email dalam inbox akun email Amanda. Namun tak satupun Amanda membalasnya.
Di tempat yang berbeda Tami sedang asyik ngobrol di telpon dengan Bianca. “Wah... jadi juga loe pacaran sama Reno. Masih inget gue masa-masa loe mengejar dia. Dari mulai beliin soft drink sehabis dia main basket, ngasih lunch box loe buat dia, dan gue liat waktu loe kena bola karena dia bukannya kesakitan malah mesem-mesem gak jelas,” papar Bianca.
“Hahaha...Aduh, udah deh! Gak usah dibahas yang lalu. Eh, udah dulu ya. Ada telpon masuk ni dari Reno. Bye...”
“Hai...kamu belum tidur?” tanya Reno dari sebrang. “Belum, kamu udah makan? Besok mau aku bawain makan siang?”
“Boleh...
“Menunya?”
“Apa aja terserah kamu. Tidur ya.. udah malam nih! Good night dear, sleep well.”
*************************************
Hari-hari berjalan dengan indah. Reno dan Tami sudah saling memahami satu sama lain. Satu bulan telah mereka jalani bersama. Reno sedang menunggu Tami di bangku lapangan sekolah. “Kalau gue deket Tami gue ngerasa penuh canda dan dia penuh dengan kehebohan yang dibuatnya sendiri. Tapi kalo sama Amanda, dia beda. Manda cewek yang berpikiran dewasa. Kalian berdua memang beda. Dan gue cukup nyaman bila berada di dekat kalian.” Ketika Reno sedang asyik duduk sendiri dengan pikirannya Tami manyun dan meringis kesakitan. “Haduh...sakit. Reno bantuin,”
Reno bergegas ke ruang UKS dan kembali setelah mengambil kotak P3K.
“Kamu sih ada-ada aja. Ngapain coba gabungin kedua tali sepatu kamu diikat bersamaan terus lomba lari?”
“Aku kan mau main aja sama temen-temen. Kalo jatuh gini jadi ingat masa kecil deh.” Reno mengobati luka di lutut Tami. “Pelan-pelan Reno. Sakit nih!” kata Tami sambil manyun. Reno bukannya mengobati Tami dengan hati-hati malah memijat bagian yang terkena luka dengan keras. “Aduh...kamu iseng banget sih!” kata Tami setengah berteriak sambil memukul-mukul lengan Reno. “Hahaha...” Reno terbahak dan mengacak-acak Rambut Tami.
*************************************
Ketika Reno sedang berada di luar rumah ingin menemani Tami hunting novel baru bersamanya. Seorang gadis berambut panjang berkulit putih mengenakan dress kawaii fall summer one piece dengan pita lebar dibagian perut berwarna biru di bagian atas dan putih pada bagian bawah. “Reno...” panggil cewek itu dari dalam mobil. Ia keluar dan menghampiri Reno yang hendak menancap gas motornya. “Reno apa kabar?” sapanya sambil cipika cipiki pada Reno. “Sorry, siapa?” tanya Reno heran. “Ini Amanda, Reno masa kamu gak ngenalin sih?”
“Amanda...” Reno langsung memeluk Amanda dengan erat. “Where have you been? You have never replied my email. I really miss you,”
“Sorry. I forgot my password email . So I couldn’t open it.” ucap Amanda sambil melepas pelukan Reno. “Where are you going? May I go with you ?”
“With pleasure, my dear!”
Ketika berjalan di sebuah mall, handphone Reno berbunyi. Setelah melihat layar kaca Reno agak sedikit kikuk. “Siapa?” tanya Amanda. Angkat aja! Gak usah sungkan.
“Hold on. I’ll be right back.”
“Reno, kamu dimana? Aku udah ada di toko buku.” Reno lupa akan janjinya dengan Tami. “A...a aku lagi di rumah. Lagi gak enak badan. Maaf ya, tiba-tiba aja nih!” jawab Reno terbata-bata.
“Oh, yaudah. Kamu istirahat aja. Nanti aku ke rumah kamu, ya?”
“Nggak usah Tam, aku gak pa-pa kok! Paling cuma demam aja. Besok juga bisa masuk sekolah lagi.” Dalam hati Reno sangat menyesal telah membohongi Tami.
Setelah berjalan begitu lelah mencari buku yang dicari belum ketemu juga, Tami memutuskan untuk pulang. Lagipula hari mulai gerimis mungkin sebentar lagi akan hujan lebat. Ketika ia baru masuk dalam bus yang penuh sesak diantara kerumunan penumpang yang sedang berdiri, diantara mobil yang lalu lalang, dibalik kaca jendela bus yang mengembun samar-samar ia melihat Reno di sebuah ke restaurant bersama seorang wanita yang tak ia kenal. Namun perasaan buruk itu segera ditepisnya. “Ah, gak mungkin itu Reno. Dia kan lagi kurang enak badan,”
*************************************
Pagi-pagi sekali Reno sudah berada di dalam kelas. Tami lari mendahului guru Kimia yang berada di hadapannya sekarang di koridor menuju kelas. Ketika sampai di dalam kelas Tami berbisik keras “Reno, aku pinjam pulsa kamu. Please...” ujarnya sambil mengatupkan kedua tangan. Memohon. Reno berjalan ke tempat duduk Tami. “Kenapa musti pinjam? Aku rela kasih kok buat kamu,” canda Reno pada Tami.
“Oh, iya maksud aku minta. Aku di sms sama Mama ni. Eh, Miss Sarah udah masuk tuh!” sebelum Reno kembali ke tempat duduknya ia mengusap rambut Tami dengan lembut.
Di sela-sela pelajaran Kimia yang menegangkan. Membahas Buffer atau Larutan penyangga. Ketika Tami selesai menghitung campuran pH. Tiba-tiba Hp Reno di saku Tami bergetar, di layar tersebut tertera nama ‘Kawai Princesa’. Ingin Tami membuka isi pesan itu namun ia juga tak ingin mencampuri kehidupan pribadi Reno. “Princesa...? nama ku saja hanya bertuliskan Anantami, penggalan nama depanku. Sebegitu spesialkah wanita ini sampai-sampai disebut Princesa,” ujarnya dalam hati. Hal ini membuat Tami tidak begitu memperhatikan pelajaran yang diterangkan oleh gurunya.
Jam istirahat tiba, Tami memanggil Reno dengan keras tapi percuma Reno mengenakan headset di telinganya mungkin sedang mendengarkan lagu dengan volume keras. Ia ingin mengembalikan ponsel itu padanya. Reno duduk di bangku taman sekolah seorang diri. Tami hanya melihat Reno dari balik sebuah tembok, hal yang biasa ia lakukan saat ia belum menjadi pacar Reno. Namun Reno menyadari keberadaan Tami di sana. “Tami, sini!” panggilnya dengan senyum khasnya. “Ini, makasih ya!” seraya duduk di sebelah Reno dan menyerahkan handphone padanya. “Ada sms masuk,” kata Tami ketika Reno hendak memasukkan ponsel itu ke dalam sakunya. Reno tak jadi memasukkan ponsel dan menekan layar touch screen-nya, Reno sekasual mungkin tak bergeming sembari menaikkan kacamata yang sedikit merosot di hidung mancungnya. Yeah! he has always been cool” ujar Tami dalam hati. “Would you please accompany me to go to a bookstore?”
“Aku... aku gak bisa. Sorry, how about next time?” tawarnya dan segera berlalu tanpa meminta pendapat Tami. Pandangan Tami tak lepas sampai punggung Reno menghilang dari pandangannya.
*************************************
Tami ingin tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Reno. Tapi ia benar-benar takut menanyakan hal itu padanya. Pulang sekolah Tami melihat Reno yang sedang mengeluarkan motornya di tempat parkir halaman sekolah. “Reno...” panggil Tami dari kejauhan. Reno menoleh sedikit mencari tahu darimana asal suara berasal. “Apa Reno gak ngeliat aku?” Tami menggigit jempolnya.
“Kenapa loe, Tam? Kok gak pulang bareng Reno?” tanya Bianca.
“Gak tahulah!,”
“Woy... Reno!!” Bianca meneriaki Reno yang pergi begitu saja. Tangan Tami membekap mulut Bianca yang selalu saja berteriak-teriak tak tahu tempat.
“Kayaknya tadi Reno benar-benar liat loe deh!, Kok loe ditinggalin gitu aja ya?”
“Gak tahu, Reno aneh.
“Eh, Tami gue liat kacamata Reno nih ketinggala di meja,” ujar Dafi mengagetkan.
“Oh iya, thanks ya! Kenapa gak langsung kasih ke Reno?”
“Dari tadi gue cari Reno kemana-mana gak ada. Berhubung loe ceweknya, ya gue kasih ke loe aja!”
“Mungkin tadi Reno gak liat gue karna gak pakai kacamata ya?” Tami mencoba menerka.
“Tam Cruise... loe lupa ya? Mata gue kan juga minus tapi gue malas aja pakai kacamata. Emang si Reno itu minus berapa?”
“Minus 1,?” ujarnya bingung. “Gue aja minus 2,5 tapi masih bisa liat. Meskipun samar-samar sih!”
“Yaudah lah, gak usah di bahas. Temenin gue yuk cari novel!” pinta Tami. “Nggak deh, panas bo! Mending gue di rumah, makan siang terus bobok yang nyenyak,. Tami cemberut mendengar tolakan sahabatnya ini. “Please... tapi gue kepengin banget novel itu! Please... nanti gue beliin makan siang plus es krim deh.” rengek tami dengan nada manja. “Tuh, kan loe kalo udah merengek begini bikin gue gak tega. Ok, Let’s go !”
*************************************
“Gak biasanya Reno cuek seperti itu...” Tami masih diselimuti pikiran yang kalut.
“Udah puas non... dapet novelnya?” Bianca merangkul sahabatnya dan terus menjilati es krim yang dijanjikan Tami padanya. “Woy... orang ngomong dikacangin aja!” teriak Bianca membuyarkan lamunan Tami.
Ketika ia menoleh ke arah Bianca, Tami melihat di sebuah toko tak jauh dari tempat mereka berada sekarang ia melihat Reno sedang asyik merangkul gadis berparas cantik, memilihkan boneka untuknya. Pandangan Tami kosong memandang ke luar jendela dan menitikkan air mata. Bianca melambaikan tangan ke wajah Tami, “Tam, Tami loe gak papa kan? Apa gue buat salah sama loe?”
Tanpa membalas pertanyaan dan telah membuat sahabat di depannya ini bingung Tami segera beranjak dari ‘Popsicle’ toko es krim. “Tami loe mau kemana? Di luar hujan. Ah, kelakuan loe suka aneh Tam,”

“No, I don’t want to.”
“Why,?”
“Cause I still love you!” ucap Reno ragu.
“No, Reno your heart is only for her. Because just now I saw your eyes say everything although you didn’t say a single word. Chase her, grab her hand and do apologize.”
“I’ll do this for you”
“Don’t do this for me. But do this for your happiness future. She loves you so much more than you know.”
“I’m really sorry, make you dissapointed. I am just useless man!”
“No, you don’t. For me you’re the special one ever!”.
Reno memberikan sebuah kecupan hangat di kening Amanda layaknya kecupan perpisahan dan langsung berlari mengejar Tami yang berada di tengah jalan hendak menyebrang. Ia memegang handphone sedari tadi dan menyadari ternyata gantungan handphone yang diberikan Reno padanya sudah tak ada lagi di tempatnya. Ia berbalik dan melihat gantungan itu berada di tepi jalan. Tami berbalik dan menyebrang balik untuk mengambilnya. Ketika Tami membungkuk untuk meraih gantungan handphone tanpa disadari Tami, ada sebuah mobil besar yang bisa meremukkan badannya saat itu juga. Melihat hal itu Reno langsung mempercepat laju larinya, melangkah lebar dengan kakinya yang panjang. Reno dengan tangkas merengkuh tubuh kecil Tami di hadapannya. “I beg your pardon, please forgive me.. From now on I’ll stand by your side, to protect you. For God sake let me always beside you, no matter what, no matter how. Please hold my promise cause you’ve been filled my heart.” bisik Reno di tengah gemuruh suara hujan dalam bisingnya kendaraan. “I can feel your breath Tami... I can feel your heart is beating so fast. Because you’re so close to me”. Mobil yang bisa saja siap menabrak mereka berdua berdecit mengerem begitu keras. Mereka berdua segera menepi menyebrang melontarkan kata yang cukup kasar di telinga. Reno menutup telinga Tami. Tak ingin gadis itu mendengar olokan dari pengemudi itu.
“You’re silly girl that I’ve ever met.” kata Reno menyeringai.
Tami hanya cemberut tak berkata apa-apa. Mendapati dirinya basah kuyup menggigil seperti ini ia tak tahu harus berbuat apa. Reno segera melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Tami. Gadis itu begitu lelah.
“My Goodness! My whole body aching so badly. Could I borrow your shouler?”
“Sure!”
*************************************
Selang seminggu seteh kejadian itu Reno baru mengetahui kabar bahwa Amanda telah meninggal dunia. Ia tahu hal ini setelah Tami membuka email milik Reno dan memberitahunya.
Aku gak akan menulis panjang lebar. Mungkin kamu membaca e-mail ini setelah aku tiada. Saat itu aku pergi tanpa pamit karena aku mengalami penyakit leukimia. Selama beberapa tahun belakangan ini aku tinggal di kota Praha bersama nenek dan menjalani terapi disana. Aku telah berbohong bahwa aku melupakan pasword email ku. Aku tak ingin ketika nantinya aku meninggal kamu akan bersedih dan tak mau membuka hati pada yang lain. Aku harap hubungan kalian baik-baik saja.
Setelah membaca email dari Amanda, Reno dan Tami menghubungi nomor telepon rumah Amanda yang tertera pada email yang diberikannya.
Reno terpekur lama di samping gundukan tanah yang masih basah. Ia menitikkan air mata, dan beberapa kali memalingkan wajahnya. Tami mafhum bila Reno begitu sedih. Ia memberikan sapu tangannya pada Reno.
“Menangislah, bila kamu ingin melakukannya. Karena itu adalah sebuah kepekaan rasa yang di ciptakan oleh Tuhan.” Tami mencoba menenangkan hati Reno.
Air mata Reno menetes dan menyerap dalam permukaan tanah pekuburan. Tami menghapus air mata yang menetes di pipi Reno. “Jangan basahi tanah ini dengan tangisanmu. Ini hanya akan membuat Amanda tak bahagia disana.”
Tami dan Reno pulang dengan hati yang tenang. Mereka bergandengan tangan di bawah sinar matahari yang mulai tertutup awan gelap diselimuti angin yang berhembus kencang menggoyangkan ranting dedaunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar